Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah dan mendekati level terendah sejak krisis moneter tahun 1998. Dalam situasi ini, Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyoroti kondisi ekonomi Indonesia yang semakin memburuk. Menurutnya, nilai tukar yang terpantau saat ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia dengan jujur. Hal ini terlihat dari fakta bahwa total utang luar negeri Indonesia naik tujuh kali lipat dalam rentang waktu 27 tahun terakhir, sementara nilai tukar rupiah mengalami pelemahan.
Hardjuno juga menyoroti holding strategis BUMN, Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang memiliki aset besar namun tidak cukup untuk menutupi total utang luar negeri Indonesia pada saat ini. Dengan aset mencapai Rp10.000 triliun, BPI Danantara ternyata tidak mampu menyaingi jumlah utang yang mencapai USD 500 miliar atau sekitar Rp8.325 triliun dengan kurs saat ini. Dalam konteks ini, kondisi ekonomi Indonesia harus mendapat perhatian serius agar dapat menghadapi tantangan yang semakin kompleks di masa mendatang.