Jakarta – Dua wanita yang menghadiri pawai pro-Palestina tiga minggu yang lalu didakwa di bawah Undang-Undang Terorisme Inggris. Pada sidang Jumat kemarin, keduanya didakwa karena menampilkan gambar paralayang di pakaian mereka. “Jaksa penuntut mengatakan bahwa gambar-gambar tersebut menimbulkan kecurigaan bahwa mereka adalah pendukung Hamas, yang oleh pihak berwenang Inggris dianggap sebagai kelompok teroris,” sebut laporan AP.
Pada 7 Oktober lalu, Hamas melakukan serangan ‘Badai Al Aqsa’ sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan negeri Israel selama ini. Dalam serangan tersebut, Hamas menggunakan paralayang untuk menerbangkan sejumlah pejuangnya melintasi perbatasan antara Gaza dan Israel selatan.
Aksi demonstrasi pro-Palestina tidak hanya muncul di Inggris. Di Amerika Serikat, ribuan orang berkumpul di ibukota negara Washington untuk memprotes dukungan pemerintahan Joe Biden terhadap Israel. “Palestina akan bebas,” ujar para demonstran yang mengenakan keffiyeh hitam dan putih, meneriakkan yel-yel ketika bendera Palestina berukuran besar dibentangkan oleh kerumunan massa yang memenuhi Pennsylvania Avenue, sebuah jalan menuju Gedung Putih.
Di Paris, beberapa ribu pengunjuk rasa menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. Beberapa demonstran meneriakkan, “Israel, pembunuh!” Banyak demonstran yang membawa bendera Palestina. Mereka meneriakkan yel-yel: “Palestina akan hidup, Palestina akan menang”.
Unjuk rasa mencerminkan kegelisahan yang semakin meningkat tentang meningkatnya jumlah korban sipil dan penderitaan akibat perang Israel-Hamas. Para demonstran, terutama di negara-negara dengan populasi Muslim yang besar, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, menyatakan kekecewaan terhadap pemerintah mereka yang mendukung Israel.
Sementara aksi pemboman Israel terhadap rumah sakit dan daerah pemukiman di jalur Gaza semakin intensif. Jumlah korban meninggal Palestina telah lebih dari 10.000 jiwa, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza.
Sumber: AP
Sumber: Republika