Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait pengujian sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Dalam amar putusan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu selama 2 hingga 2,6 tahun. Artinya, pemilihan DPRD dan kepala daerah yang semula dijadwalkan akan dilaksanakan pada tahun 2029 mundur menjadi 2031.
Putusan MK membuka peluang bagi DPR atau pemerintah untuk memperpanjang masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD yang semula berakhir pada tahun 2029 menjadi 2031 jika diatur dalam revisi UU Pemilu atau Pilkada sebelum tahun 2029. Ketua Komisi II DPR, Rifqinizami Karsayuda, menjelaskan bahwa putusan MK hanya memberikan opsi perpanjangan masa jabatan bagi anggota DPRD. Sementara, kepala daerah akan digantikan sementara dengan penjabat sementara.
Komisioner KPU Idham Kholiq juga memperkirakan bahwa jabatan anggota DPRD yang terpilih pada 2024 berpotensi untuk diperpanjang hingga 2031. Di sisi lain, pemilihan kepala daerah yang pada awalnya dijadwalkan pada 27 November 2029 bisa mundur menjadi Oktober 2031 atau bahkan April 2032 mengingat pemilu nasional dan lokal dipisahkan berdasarkan putusan MK. Jumlah kotak suara juga berpotensi berkurang dari lima menjadi dua karena kotak suara hanya berisi untuk pemilu presiden, pileg, dan DPD.
Dengan adanya putusan MK ini, terdapat potensi perubahan signifikan dalam sistem pemilihan umum di Indonesia, yang dapat memengaruhi jadwal dan mekanisme pemilihan anggota DPRD, kepala daerah, dan proses pemungutan suara. MK telah memberikan arahan yang jelas mengenai keterpisahan pemilihan nasional dan daerah, yang akan memengaruhi dinamika politik di tingkat lokal dan nasional dalam beberapa tahun ke depan.