Tiga anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, PKB, dan PKS mengusulkan pengguliran hak angket untuk mendalami dugaan kecurangan Pemilu 2024. Usulan itu tidak direspon oleh pimpinan DPR pada Rapat Paripurna ke-13, pembukaan masa sidang IV 2023-2024.
Anggota DPR yang mengusulkan hak angket berasal dari partai yang mendukung calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam Pilpres 2024. Partai lainnya, yaitu NasDem dan PPP, tidak bersuara dalam rapat.
Dalam interupsinya, Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB menyatakan bahwa proses pemilu kali ini sangat brutal. Ia berpendapat bahwa angket perlu digulirkan untuk memberikan keyakinan bahwa proses pemilu benar-benar dilaksanakan berdasarkan kehendak rakyat.
Selanjutnya, anggota DPR dari Fraksi PKS, Aus Hidayat Nur, mendorong hak angket untuk membuktikan dugaan kecurangan dalam pemilu yang tidak adil. Ia melihat hak angket sebagai instrumen yang bisa digunakan DPR untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Usulan tersebut juga didukung oleh anggota DPR dari Fraksi PDIP, Aria Bima. Ia berharap pimpinan mengambil sikap yang bijaksana terkait usulan tersebut, baik melalui hak angket maupun interpelasi.
Aria menyatakan bahwa secara kelembagaan, PDIP masih dalam tahap mempertimbangkan perlunya penggunaan hak angket. Keputusan resmi apakah akan digulirkan hak angket atau tidak akan disampaikan oleh pimpinan fraksi PDIP.
Djarot Saiful Hidayat, anggota DPR dari PDIP yang juga mendukung hak angket, menyatakan bahwa angket adalah hak setiap anggota DPR. Namun, absennya pimpinan Fraksi PDIP di DPR dalam rapat paripurna menunjukkan ketidakjelasan partai dalam menggulirkan hak angket.
Selain itu, analis komunikasi politik dari Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro, berpendapat bahwa motif di balik hak angket belum sepenuhnya jelas apakah untuk pengawasan murni atau bermotif politik. Komitmen partai terhadap usulan hak angket juga masih belum teruji sepenuhnya.
Verdy juga menilai sikap partai politik seperti PDIP, NasDem, PKS, PKB, dan PPP dalam kasus hak angket ini. Menurutnya, partai-partai tersebut memiliki berbagai potensi dan sikap yang berbeda terkait dengan usulan hak angket.
Dedi Kurnia Syah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), mengatakan bahwa hak angket akan menghadapi perlawanan politik yang kuat. Menurutnya, hak angket ini tidak hanya menyangkut hasil pemilu, tetapi juga Presiden Jokowi. Absennya Ketua DPR Puan Maharani dan sikap partai politik seperti PPP juga menjadi sorotan dalam kasus ini.