spot_img

Prabowo Subianto

Pengertian ODOL dalam Demonstrasi Supir Truk & Tuntutannya

Puluhan sopir truk dari berbagai daerah, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, menyelenggarakan aksi protes menolak kebijakan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang dianggap...
HomePolitikBiarkan Sejarawan Membuktikan Kebenaran: Jangan Divonis

Biarkan Sejarawan Membuktikan Kebenaran: Jangan Divonis

Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi berharap agar semua pihak memberikan kesempatan bagi sejarawan untuk bekerja secara akademis terkait kontroversi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengenai tidak adanya pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998. Hasan menyarankan agar penilaian tidak dibuat terburu-buru, melainkan harus memberikan ruang kepada para ahli sejarah untuk menyelesaikan tugas mereka dengan baik. Dia juga meminta agar masyarakat memberikan waktu kepada tim sejarawan yang terlibat dalam proyek penulisan ulang sejarah nasional, yang dipercayakan kepada mereka yang memiliki kredibilitas tinggi.

Hasan menyatakan bahwa dialog seharusnya terjadi antara sejarawan dan ahli sejarah, bukan hanya berdasarkan bacaan di media sosial. Sebelumnya, pernyataan Fadli Zon dalam sebuah wawancara pada 10 Juni 2025 menimbulkan kontroversi karena mencatat bahwa tidak ada bukti tragedi pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998. Namun, dalam tanggapannya terhadap kritik yang muncul, Fadli Zon menegaskan bahwa ia mengutuk segala bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan, meskipun menekankan pentingnya fakta hukum dan bukti yang diperlukan dalam penulisan sejarah.

Komnas HAM dan Komnas Perempuan bersikeras bahwa peristiwa pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998 telah diakui sebagai pelanggaran HAM yang berat oleh pemerintah. Upaya penyelesaian non-yudisial atas pelanggaran HAM berat juga telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2022. Presiden mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengakui peristiwa-peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM yang serius dan menegaskan komitmen untuk menyelesaikan masalah ini dengan tindakan non-yudisial.

Pidato BJ Habibie pada tahun 1998 yang mencerminkan kecaman terhadap kekerasan seksual dan perundungan terhadap perempuan selama kerusuhan Mei 1998 juga diingatkan kembali. Reaksi beragam dari berbagai pihak, termasuk Amnesty International Indonesia dan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, menyoroti pentingnya menghormati sejarah dan kebenaran, serta mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Source link