Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sempat mengungkapkan bahwa ia telah mendengar kabar buruk tentang rencana KPK untuk menetapkan dirinya sebagai tersangka. Informasi tersebut dia sampaikan dalam sebuah podcast YouTube Akbar Faizal Uncensored yang diunggah pada Jumat, 22 November lalu. Hasto mengakui mendapatkan informasi tersebut dari pengamat militer Connie Bakrie.
“Saya mendapat informasi dari Connie, ada bad news. Saya akan ditetapkan sebagai tersangka atas suatu kejadian yang sangat absurd, sangat tidak jelas,” ujar Hasto. Dia menyebut ada dua faktor utama yang membuat dirinya kembali diancam akan ditetapkan sebagai tersangka, yakni karena menyinggung Presiden Joko Widodo dalam disertasinya serta terkait upayanya untuk memenangkan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri di Pilgub Sumatera Utara 2024.
Dalam disertasinya, Hasto mengkritik sosok Jokowi sebagai lambang ambisi terhadap kekuasaan yang didasarkan pada feodalisme, populisme, dan Machiavellian. Menurutnya, Jokowi sebagai presiden tidak lagi menjadi simbol kebaikan dan otoritas moral. Dia juga menyoroti upaya Jokowi untuk menjadikan anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden pada Pilpres 2024.
Hasto menduga ada campur tangan Jokowi dalam Pilkada 2024 dan mencoba menjegal lawan politik Bobby, yakni Edy-Hasan. Langkahnya bersama sejumlah pegiat demokrasi lainnya untuk melawan Bobby di Sumatera Utara dianggap sebagai ancaman bagi keluarga Jokowi. Saat ini, Hasto kabarnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.
Kabar penetapan Hasto sebagai tersangka telah dikonfirmasi oleh sumber di internal KPK. PDIP pusat masih berusaha mengklarifikasi informasi tentang kabar penetapan tersangka Hasto. Ketua DPP PDIP bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, menyatakan partainya baru akan mengeluarkan sikap resmi setelah validasi informasi tentang penetapan tersangka Hasto. Menurut Ronny, kasus ini sangat politis dan muncul setelah Hasto bersikap kritis terhadap pemilu serta memberikan kritik terhadap kualitas demokrasi di Indonesia.