BANDA ACEH – Gencatan senjata sementara yang diserukan oleh Amerika Serikat dan Prancis di PBB mendapat sambutan baik dari Israel. Laporan Israel Hayom pada Kamis (26/9) menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memberikan wewenang kepada Menteri Urusan Strategis Ron Dermer untuk memberitahu AS tentang persetujuannya terhadap gencatan senjata tersebut.
“Israel bersedia untuk berunding meskipun peluang keberhasilan inisiatif AS-Prancis itu tipis,” ungkap sumber Politik anonim yang dikutip oleh Hayom.
Dikatakan bahwa apabila Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah menolak upaya negosiasi tersebut, maka Israel tidak ragu untuk mengintensifkan operasi militer terhadap kelompok Lebanon tersebut.
Baik pemerintah Israel maupun Hizbullah belum mengeluarkan tanggapan resmi terhadap klaim tersebut.
Sejak Senin pagi (23/9), militer Israel telah melakukan serangan paling intensif di Lebanon dalam hampir 20 tahun. Menurut otoritas Lebanon, serangan tersebut telah menewaskan 615 orang, termasuk hampir 150 wanita dan anak-anak, melukai 2.113 orang, dan membuat sekitar 390.000 orang mengungsi.
Peningkatan eskalasi militer di Lebanon menjadi sorotan selama pertemuan antara Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan Presiden Emmanuel Macron di sela-sela Sidang Umum PBB di New York pada Rabu waktu setempat (25/9).
Keduanya menyuarakan kekhawatiran bahwa konflik tersebut bisa mencetuskan perang regional yang besar-besaran di Timur Tengah.
“Situasi di Lebanon telah menjadi tidak dapat ditoleransi dan tidak menguntungkan siapa pun, baik rakyat Israel maupun rakyat Lebanon,” tegas kedua pemimpin tersebut, seperti yang tertuang dalam rilis yang disajikan oleh Gedung Putih.
Oleh sebab itu, Biden dan Macron mendesak agar pihak-pihak yang berkonflik menyetujui gencatan senjata selama 21 hari untuk memberikan ruang bagi proses negosiasi damai.
“Kami menyerukan gencatan senjata segera selama 21 hari di perbatasan Lebanon-Israel untuk menyediakan ruang bagi diplomasi menuju penyelesaian diplomatik,” tegasnya.
Menurut Gedung Putih, pernyataan tersebut juga didukung oleh negara-negara Barat, Jepang, dan negara-negara Teluk Arab utama, seperti Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.