Prabowo Subianto

HomekesehatanMengenal Sindrom Cornelia, Kelainan Genetik Langka Pada Bayi Baru Lahir – Sehat...

Mengenal Sindrom Cornelia, Kelainan Genetik Langka Pada Bayi Baru Lahir – Sehat Negeriku

Jakarta, 27 Mei 2024
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono melakukan pertemuan dengan Yayasan Sindrom Cornelia Indonesia (YSCI) di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, pada hari Senin (27/5). Pertemuan tersebut membahas tentang dukungan, layanan, dan intervensi bagi anak-anak yang menderita Sindrom Cornelia atau Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) di Indonesia.

Sindrom Cornelia merupakan salah satu penyakit langka yang terjadi pada bayi yang baru lahir. Penyakit ini disebabkan oleh mutasi genetik pada minimal 5 gen, yaitu NIPBL, SMC3, RAD21, SMC1A, HDAC8, yang terjadi selama proses pembuahan di dalam kandungan.

Kondisi langka ini hanya terjadi pada 1 dari 30.000 kelahiran. Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 160 orang yang menderita Sindrom Cornelia.

Anak-anak yang memiliki Sindrom Cornelia memiliki ciri fisik khas, seperti alis yang tebal dan melengkung yang bertemu di tengah (synophrys), lingkar kepala yang kecil (mikrosefali), kelainan pada tangan dan lengan, pertumbuhan bulu yang berlebihan di sekitar wajah, dahi, dan punggung, serta lahir dengan berat badan rendah (BBLR).

Ciri lainnya meliputi hidung pendek, bibir kecil, sumbing, serta kasus di mana anak dengan Sindrom Cornelia memiliki kelainan pada jari tangan atau bahkan kehilangan lengan bawah, ditandai dengan bentuk tangan dan kaki yang sangat kecil dengan jari-jari yang pendek.

Beberapa kasus juga melibatkan kelainan pada organ tubuh seperti kejang, cacat jantung, gangguan pernapasan, gangguan pendengaran, dan rabun jauh. Beberapa anak mungkin mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan kognitif, dengan IQ berkisar antara 30 hingga 102.

Namun, tidak semua anak dengan Sindrom Cornelia akan menunjukkan semua ciri-ciri tersebut. Hal ini tergantung pada variasi genetik dan tingkat keparahan penyakit.

Penyakit ini tidak diturunkan dan tidak menular, sehingga dapat terjadi pada siapa saja tanpa ada riwayat keluarga yang mengidap penyakit tersebut.

Hingga saat ini, penyebab pasti Sindrom Cornelia belum diketahui dan diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis, yang seringkali mengakibatkan keterlambatan dalam penanganan.

Mengingat hal tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante menekankan pentingnya pengobatan yang cepat dan tepat bagi anak-anak dengan Sindrom Cornelia. Anak-anak dengan Sindrom Cornelia memiliki angka harapan hidup yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak normal.

“Dengan pengobatan dan kolaborasi yang baik dari lintas sektor, angka harapan hidup anak CdLS bisa meningkat,” kata Wamenkes.

Wakil Menteri Kesehatan Dante juga menambahkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan YSCI untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anak dengan Sindrom Cornelia. Salah satu fokusnya adalah pemeriksaan genetik menggunakan teknologi sekuensing untuk mendeteksi potensi Sindrom Cornelia sejak dini.

Selain itu, vaksinasi tambahan dan dukungan dari BPJS Kesehatan juga akan diperkuat untuk mendukung penanganan Sindrom Cornelia di Indonesia.

“Kami siap membantu agar anak-anak tetap sehat, sehingga mereka dapat mendapat penanganan yang baik dan perkembangan baik dari segi kecerdasan dan imunitasnya, agar bisa seperti anak-anak normal lainnya,” lanjut Wamenkes.

Ketua Yayasan Sindrom Cornelia Indonesia, sekaligus orang tua dari anak yang menderita Sindrom Cornelia, Koko Prabu, menyambut baik pertemuan ini sebagai langkah awal untuk memberikan dukungan dan layanan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anak dengan Sindrom Cornelia.

Koko berharap angka harapan hidup anak-anak dengan Sindrom Cornelia dapat terus meningkat sehingga mereka bisa hidup seperti anak-anak normal lainnya.

“Meskipun memiliki disabilitas yang berat, mereka memiliki harapan hidup yang tinggi sehingga bisa menjadi inspirasi untuk anak-anak lainnya,” harap Koko.

Informasi ini disampaikan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi hotline Halo Kemenkes di nomor 1500-567, SMS 081281562620, atau melalui email [email protected].

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.

Source link