MALANG POST – Jika ada pungutan liar (pungli), laporkan ke Unit Pemberantasan Pungutan Liar Saber Pungli Kabupaten Malang. Itulah yang disampaikan oleh Polres Malang dan Inspektorat Daerah Kabupaten Malang.
Dalam rilis pers Senin (27/5/2024) pukul 10.23 WIB, UPP Saber Pungli Kabupaten Malang telah menunjukkan dua tersangka pungli beserta barang bukti dokumen dan sejumlah alat sitaan. Tim juga meminta analisis dari ahli pidana untuk menangani kasus ini.
“Dua tersangka, dengan inisial DKO yang merupakan pegawai honorer dan inisial W sebagai calo, telah kami tangkap. Ada lima saksi yang telah kami periksa, dan kami juga membawa ahli pidana, yaitu Dr. Prija Djatmika dari UB,” ujar Wakapolres Malang, Kompol Imam Mustolih yang juga merupakan Ketua Tim UPP.
Salah satu dari dua tersangka adalah Dimas Kharesa Oktaviano (37) (DKO), seorang Pegawai Tidak Tetap (PTT) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Malang yang bekerja sebagai Adminstrator Data Base (ADB) atau Operator SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Tersangka ini beralamat di Penarukan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Tersangka lainnya adalah Wahyudi (57) yang berperan sebagai calo dan bertempat tinggal di Perum Kalianyar Permai, Dusun Kalirejo, Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Tersangka ini telah ditangkap oleh tim UPP dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (10/5/2024).
“Dari pihak pelapor, diketahui bahwa seharusnya pengurusan dokumen tidak dikenakan biaya, namun informasi ini tidak disampaikan. Kami mengimbau agar kita bekerjasama untuk memastikan kondusifitas Kabupaten Malang. Jika ada penyalahgunaan serupa, laporkan kepada kami,” jelas Imam.
Lebih lanjut, Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Gandha Syah Hidayat SIK MSi menyatakan bahwa pihaknya menerima informasi pada Rabu (1/5/2024) terkait penarikan uang saat warga mengurus dokumen KTP di wilayah Lawang.
“Dikenakan biaya sebesar Rp 150 ribu per KTP. Pada Jumat (10/5/2024), tim melakukan kunjungan ke lokasi dan berhasil melakukan operasi tangkap tangan. Pelaku mengakui bahwa uang tersebut diberikan kepada pegawai Dispendukcapil dengan inisial DKO,” papar Gandha.
Gandha menjelaskan bahwa modus operandi para tersangka dimulai dengan menawarkan jalur belakang kepada warga yang ingin mengurus dokumen tanpa antri, lebih cepat, dan melalui Whatsapp tanpa perlu datang ke Dispendukcapil.
Menurut Gandha, ada kemungkinan bahwa pengurusan dokumen seperti KTP dan KK dipingpong antara pihak-pihak tertentu sehingga mendorong warga untuk menggunakan jalur yang tidak resmi. Dokumen yang diberikan oleh pelaku juga terlihat asli.
“Sejak beroperasi dari bulan Januari 2024 hingga saat ini, telah dicetak lebih dari 200 KTP dan 30 KK. Dengan perkiraan keuntungan sekitar Rp 5 juta per bulan dari kedua jenis dokumen tersebut,” tambah Gandha.
Kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 95 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. (Santoso FN)