Prabowo Subianto

HomeBeritaJangan Jadikan PBB Sebagai Macan Ompong, Lakukanlah Penegakan Fatwa ICJ Mengenai Penjajah...

Jangan Jadikan PBB Sebagai Macan Ompong, Lakukanlah Penegakan Fatwa ICJ Mengenai Penjajah Israel

JAKARTA – Berbagai negara menyambut fatwa Mahkamah Internasional (ICJ) yang menegaskan bahwa keberadaan Israel di wilayah Palestina adalah melanggar hukum dan harus segera diakhiri. PBB didesak segera menerapkan pandangan hukum tersebut.

Pemerintah Spanyol mengatakan keputusan ICJ tersebut “mencakup pernyataan penting mengenai ilegalitas pendudukan Israel di wilayah Palestina dan permukiman, serta aspek lainnya. Oleh karena itu, PBB dan komunitas internasional harus bertindak.

“Pemerintah Spanyol mendesak PBB dan komunitas internasional untuk mempertimbangkan kesimpulan laporan tersebut dan mengambil tindakan yang tepat dalam hal ini,” tulis pernyataan resmi mereka dilansir.

Kasus ICJ bermula dari permintaan pendapat hukum dari Majelis Umum PBB pada tahun 2022. Hal ini terjadi sebelum serangan brutal Israel ke Jalur Gaza, yang dimulai setelah serangan 7 Oktober oleh pejuang Palestina. Serangan Israel kini telah menewaskan hampir 39.000 orang.

Pendapat ICJ yang dibacakan pada Jumat mengatakan Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum, dan semua negara memiliki kewajiban untuk tidak mengakui pendudukan sebagai tindakan sah dan tidak boleh “memberikan bantuan” untuk mempertahankan keberadaan Israel di wilayah Palestina.

Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur dalam Perang Enam Hari pada 1967 dan sejak itu membangun dan memperluas permukiman di Tepi Barat. Sejak itu, Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem secara militer, dan juga melakukan blokade di Jalur Gaza. Mahkamah Internasional mendesak Israel untuk mundur dan menghentikan pendudukan serta blokade di wilayah-wilayah tersebut.

Israel juga diwajibkan untuk melakukan repatriasi atau mengembalikan tanah dan rumah kepada pemilik sahnya, yaitu warga Palestina yang mereka usir. ICJ menyatakan pandangan tersebut dengan pedoman batas wilayah kedua negara sebelum tahun 1967.

Kementerian Luar Negeri Belgia juga meminta PBB dan negara-negara anggotanya untuk “mengambil langkah yang tepat untuk menghentikan kejahatan yang terjadi di Jalur Gaza dan menjamin hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri”.

Sementara Indonesia menganggap Mahkamah Internasional telah memenuhi perannya dalam menegakkan tata dunia berdasarkan hukum dengan menetapkan ilegalitas keberadaan Israel di wilayah pendudukan Palestina. Oleh karena itu, Indonesia mendukung pandangan Mahkamah agar semua negara dan PBB tidak mengakui situasi yang timbul dari keberadaan ilegal Israel.

“Seiring dengan fatwa Mahkamah, Indonesia mendesak Israel untuk segera mengakhiri keberadaan ilegalnya di wilayah pendudukan Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataannya di platform X, seperti dilansir Antara, Sabtu (20/7/2024). Indonesia juga mendesak Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman ilegal dan mengevakuasi seluruh pemukim Yahudi secepat mungkin.

Indonesia juga mendorong agar Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB mengikuti permintaan Mahkamah untuk mengambil langkah yang tepat guna mengakhiri keberadaan ilegal Israel di Palestina. “Indonesia mengajak masyarakat internasional dan PBB untuk secara bersama-sama menindaklanjuti fatwa hukum tersebut, dan memberikan pengakuan terhadap keberadaan Negara Palestina,” ujar Kemlu.

Menteri Hubungan Internasional dan Kerjasama Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan keputusan tersebut “menegaskan posisi lama Afrika Selatan bahwa pendudukan wilayah Palestina oleh Israel tetap melanggar hukum internasional”.

“Sekarang ada kewajiban hukum tambahan bagi semua negara untuk mengakhiri keterlibatan dalam tindakan ilegal oleh Israel dan bertindak untuk memastikan penghormatan terhadap hukum internasional,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Saat ini, penerapan pandangan ICJ tersebut menghadapi ancaman di PBB. Pasalnya, Amerika Serikat yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB menyatakan tidak setuju dengan keputusan Mahkamah Internasional tersebut.

Pemerintahan Presiden Joe Biden, yang sering menekankan “tatanan berbasis hukum”, mengkritik keputusan tersebut meskipun mengakui bahwa pemukiman Israel tidak konsisten dengan hukum internasional.