Jakarta, 22 Maret 2024
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit kronis yang menular dan mematikan, dengan angka kematian 17 orang per jam. Berdasarkan Laporan TB Global 2023, Indonesia menduduki peringkat kedua tertinggi dalam kasus TB setelah India, dengan perkiraan sebanyak 1.060.000 kasus dan angka kematian 134.000 per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Imran Pambudi mengatakan, penemuan kasus TB pada tahun 2023 meningkat hingga 77%, yaitu 820.789 kasus, dengan penemuan TB pada anak sebanyak 134.528 kasus. Peningkatan penemuan tersebut merupakan langkah positif dalam upaya eliminasi TB.
“Menemukan kasus-kasus tersebut merupakan hal yang baik karena kita dapat segera memberikan pengobatan dan mencegah penyebaran penyakit ke orang lain,” kata Direktur P2PM dalam konferensi pers melalui zoom meeting pada Jumat (22/3/2024).
dr. Imran juga menjelaskan bahwa penanggulangan TB telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021, yang mengatur tentang strategi penanggulangan TBC.
“Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki peraturan presiden terkait tuberkulosis karena presiden menyatakan bahwa TB bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga harus melibatkan beberapa kementerian dan sektor lain dalam tanggung jawab terkait hal ini,” ujar dr. Imran.
Lebih lanjut, dr. Imran menyebutkan berbagai upaya percepatan penanganan TB telah dilakukan melalui pilar-pilar seperti pencegahan, promosi kesehatan, deteksi, pengobatan, surveilans, dan kolaborasi lintas sektor.
Kemudian, keempat, kolaborasi multisektoral, yaitu penyelenggaraan High-Level Meeting (HLM) TB untuk memantau keterlibatan 19 kementerian dalam upaya mengakhiri TB, serta pembentukan Wadah Kemitraan Percepatan Penanggulangan TBC (WKPTB) yang melibatkan 19 kementerian dan 35 mitra.
Upaya lain yang dilakukan Kemenkes melalui P2PM, yakni melakukan pertemuan dengan Kemenko PMK dan kementerian lain untuk membahas Rumah Singgah bagi pasien TB Resisten Obat (RO), coaching TB, kegiatan pendampingan bagi tenaga kesehatan program TB, dan optimalisasi penemuan kasus TBC melalui kegiatan skrining dan investigasi kontak kolaboratif dengan kader/komunitas.
Ketua KOPI TB Pusat Prof. Dr. Erlina Burhan, yang juga menjadi narasumber dalam konferensi pers tersebut, menjelaskan, penyakit TB dapat diobati dan dicegah melalui Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
“Dampak TPT dalam eliminasi Tuberkulosis adalah dapat mengurangi risiko TB sebesar 24-86% pada seluruh populasi berisiko termasuk yang terdiagnosis TB laten. Mengurangi risiko TB atau kematian akibat TB pada pasien HIV yang rutin mengkonsumsi ARV hingga 60%. Pasien anak yang mengkonsumsi TPT mengurangi risiko TB hingga 82%,” ungkap Prof. Erlina.
Laporan terbaru tentang case investment menegaskan bahwa implementasi skrining TB bersama dengan terapi pencegahan TB (TPT) berpotensi dalam menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat TB. Laporan tersebut menekankan bahwa investasi dalam kesehatan masyarakat sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi yang rentan dan mencapai target global untuk mengakhiri TB.
Pada 2022, WHO mencatat peningkatan signifikan secara global dalam meningkatkan akses ke layanan diagnosis dan pengobatan TB. Tahun itu juga menandai notifikasi kasus tertinggi secara global sejak pemantauan TB global dimulai oleh WHO pada 1995.
Notifikasi kasus TB di Indonesia juga mengalami peningkatan pada 2022, dengan penemuan TB mencapai 724.000 kasus. Kemudian, angka itu meningkat menjadi 821.000 pada 2023, yang merupakan angka tertinggi sejak 1995.
Meskipun terjadi peningkatan notifikasi kasus, peningkatan akses terhadap TPT masih terbilang lambat. Pencegahan infeksi TB dan pencegahan perkembangan infeksi menjadi penyakit menjadi kunci untuk mengurangi jumlah kasus TB sesuai dengan yang ditargetkan dalam Strategi End TB dari WHO.
Saat ini, pencapaian TPT di Indonesia masih di bawah 2% dari target nasional sebesar 58%. Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama mitra, pemangku kepentingan, dan komunitas dari berbagai daerah sangat diperlukan dalam mengintegrasikan penemuan kasus secara aktif dan menawarkan TPT kepada orang dengan HIV, kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TB, dan kelompok berisiko tinggi lainnya.
Keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak sangat menentukan keberhasilan dalam upaya mengurangi beban TB di Indonesia dan secara global.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email [email protected]. (DJ)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid