Peristiwa di Pati telah menciptakan gelombang pergerakan nasional yang lebih luas, dipicu oleh kenaikan pajak yang terlalu sewenang-wenang oleh penguasa. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa jika pemerintah terus bersikap arogan terhadap rakyat dan membuat mereka muak, maka peristiwa serupa bisa meletus secara nasional. Peneliti ISEAS, Made Supriatma, mengungkapkan pandangannya bahwa isu yang muncul di Pati sebenarnya mencerminkan isu yang diprotes oleh rakyat di seluruh Indonesia, yaitu isu pajak.
Made menyoroti bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran terlalu agresif dalam mengambil uang dari kantong rakyat melalui kebijakan pajak yang diterapkan. Sri Mulyani, sebagai pejabat terkait, disebut memajaki rakyat di setiap kesempatan, mulai dari hal-hal kecil seperti parkir hingga pembelian properti. Hal ini tentu membuat rakyat resah dan gelisah. Selain itu, kebijakan UU Ciptaker atau Omnibus Law yang mengambil alih pemberian izin dari daerah ke pusat juga turut menambah ketegangan.
Peristiwa di Pati seolah menjadi contoh atau ‘template’ bagaimana gerakan protes bisa tumbuh dan meluas ke skala nasional jika kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat terus diterapkan secara arogan. Pejabat-pejabat yang tidak memperhatikan suara rakyat dan terus berceloteh secara arogan diharapkan untuk lebih mendengarkan aspirasi dan kebutuhan rakyat. Dampak dari kebijakan pajak yang terlalu memberatkan dan sentralisasi kekuasaan dapat merugikan banyak pihak dan memicu ketegangan sosial yang lebih dalam.