Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas meminta pemerintah melibatkan pakar di bidang terkait dalam menentukan solusi tentang sound horeg. Ia menyatakan keterlibatan para ahli itu penting dalam menimbang hal-hal baik dan buruk keberadaan sound horeg. Menurutnya, diperbolehkan atau tidaknya sound horeg itu sangatlah bergantung atas dampaknya. Jika keberadaan sound horeg itu merusak dan menimbulkan kerusakan, maka haruslah diatur atau bahkan dilarang. Tetapi jika sound horeg justru menciptakan kebaikan yang lebih besar dari keburukannya, maka tentu boleh dengan ketentuan pemerintah dan warga masyarakat harus bisa meminimalisir keburukannya serendah mungkin.
Keberadaan tren sound horeg belakangan menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur sebelumnya merespons pro dan kontra itu dengan mengeluarkan fatwa mengharamkan penggunaan sound horeg bila digunakan secara berlebihan dan melanggar norma syariat serta mengganggu ketertiban. Keputusan itu diambil MUI Jatim usai mendapatkan surat permohonan fatwa dari masyarakat perihal fenomena sound horeg di sana. Selain itu, mereka juga menggelar forum dengan pengusaha sound horeg hingga dokter THT. Dalam pertimbangannya, MUI Jatim menyebut sound horeg bisa mencapai 120-135 desibel (dB) atau lebih, sedangkan ambang batas yang direkomendasikan oleh World Health Organization hanya 85 desibel (dB) untuk paparan selama 8 jam. Namun, MUI tetap membolehkan penggunaan sound horeg untuk kegiatan positif seperti resepsi pernikahan, pengajian dan selawatan asalkan dilakukan secara wajar dan terbebas dari hal yang diharamkan. Anwar Abbas juga menegaskan bahwa jika warga masyarakat merasa terganggu oleh kehadiran sound horeg, penggunaannya harus diatur oleh pemerintah.