Jurnalis senior, Rahma Sarita Aljufri, secara lugas mengkritik keputusan Bareskrim Polri yang mempublikasikan transkrip nilai mantan Presiden Jokowi. Menurut Sarita, ada kejanggalan dalam data akademik yang dipaparkan, dan hal tersebut justru menimbulkan kebingungan di kalangan publik. Ia mempertanyakan bagaimana sistem penilaian di Universitas Gadjah Mada mencapai IPK 3,05 meskipun didominasi oleh nilai D dan C. Sarita juga membandingkan pengalamannya saat kuliah di Universitas Airlangga pada tahun 1993, di mana nilai D dianggap tidak lulus dan harus diulang. Keanehan perhitungan IPK Jokowi dengan nilai yang rendah menurutnya menjadi hal yang patut dipertanyakan. Sebelumnya, pemeriksaan yang dilakukan oleh Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap akademisi Rismon Sianipar juga dianggap aneh.