BANDA ACEH – Serangan drone Hizbullah yang berhasil membobol Iron Dome dan mengenai pangkalan militer Israel di Binyamina berhasil mengungkap kelemahan Negeri Zionis. Hizbullah meluncurkan drone Mirsad-1 ke Binyamina, Israel utara pada Minggu (13/10) malam waktu setempat.
CNN melaporkan serangan itu bahkan mengenai meja makan di saat jam makan, sekitar pukul 19.00 waktu setempat. Drone Hizbullah juga menewaskan empat tentara Israel dan melukai 67 orang.
Waktu dan lokasi serangan yang presisi menunjukkan Hizbullah memiliki banyak informasi intelijen dan kemampuan meluncurkan gempuran dahsyat meski diinvasi Israel. Milisi ini juga punya kemampuan memaksimalkan jumlah korban.
Selain itu, serangan Hizbullah menunjukkan kegagalan Iron Dome dan kelemahan militer Israel. Peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional Israel (INSS) Orna Mizrahi mengatakan drone Hizbullah sulit terdeteksi karena ukurannya kecil, sangat ringan, dan tanda radar rendah.
Mizrahi juga mengatakan Iran dan sekutunya berusaha mengalahkan sistem pertahanan Israel yang terkenal canggih. Mereka, lanjut peneliti itu, lalu mengidentifikasi drone sebagai “kelemahan” sistem pertahanan Israel.
Mirsad-1 Hizbullah bahkan lolos tanpa terdeteksi sistem peringatan Israel. Para personel yang diserang di ruang makan pun tak mendapat peringatan apa-apa. Drone Hizbullah yang menembus situs strategis Israel bukan kali pertama.
Pada Juni, Hizbullah merilis video hasil drone berdurasi 9 menit. Rekaman ini menunjukkan lokasi sipil dan militer di kota terbesar Israel Haifa. Drone itu juga tampaknya tak terdeteksi militer Israel.
Saat itu, IDF hanya menyatakan akan mempersiapkan dan menemukan solusi untuk menghadapi kemampuan ini. Lalu pada Juli, pesawat tak berawak dari Houthi juga menembus Tel Aviv. Tak ada sirine yang aktif saat serangan terjadi.
Serangan terbaru Hizbullah ke Israel juga menunjukkan kemampuan milisi ini usai pemimpin mereka Hassan Nasrallah dan tokoh penting lain tewas dalam operasi Israel.
Pakar keamanan internasional dari Universitas Ibrani Yerusalem, Daniel Sobelman, mengatakan serangan Hizbullah terbaru merupakan kebangkitan. “Ini mengindikasikan mereka mendapat kembali keseimbangan strategis terhadap kontrol dan kepemimpinan,” kata Sobelman.
Hizbullah bahkan terus melakukan perlawanan dan masih mampu meluncurkan serangan roket dan drone meski Lebanon diinvasi. Hizbullah, kata pakar itu, mampu melancarkan perang yang menguras tenaga, mengganggu kehidupan di sebagian besar wilayah Israel utara, dan memberikan dampak yang menyakitkan bagi pasukan Zionis.
Di Lebanon, Israel padahal menyerang secara membabi buta. Mereka menggempur situs Hizbullah dan fasilitas sipil seperti kamp pengungsian. “Ini menunjukkan bahwa Hizbullah tengah mendapatkan kembali stabilitas operasional mereka,” kata Sobelman.
Ia juga mengatakan dalam perang gerilya, salah satu faktor penting adalah kemampuan pihak yang lebih lemah untuk terus maju, bertempur, dan menimbulkan kerugian ke pihak lain. Jumlah korban tewas dari militer Israel yang terus bertambah menunjukkan Hizbullah bertekad untuk tetap maju, meski mengalami pukulan telak berulang kali. Sejak Israel menginvasi Lebanon pada 1 Oktober, total tantara yang tewas yakni 18.