BANDA ACEH – Selama berbulan-bulan Israel telah mempersiapkan serangan untuk membunuh Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah. Bantuan mata-mata Iran telah memastikan keberhasilan operasi militer tersebut. Bagaimana operasi militer itu dilakukan?
Sasaran pertama Israel sebenarnya adalah markas besar Hizbullah di Dahieh, Beirut selatan. Hizbullah diduga telah membangun tiga gedung dengan ruang bawah tanah yang dirancang khusus untuk menyimpan senjata strategis, sementara bangunan sipil di atasnya bertindak sebagai perisai. “53 meter. Itulah jarak antara sekolah PBB dan markas bawah tanah Hizbullah di mana Hassan Nasrallah bersama 20 teroris lainnya disingkirkan,” kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Minggu, 29 September 2024 waktu setempat.
Menurut penjelasan Laksamana Muda Daniel Hagari, Juru Bicara IDF, dalam pernyataan pers pada Jumat, 27 September 2024, sebelum serangan dilakukan, fasilitas penyimpanan senjata itu terletak di lantai parkir gedung. “Rudal-rudal disimpan di bangunan-bangunan ini memungkinkan rudal-rudal tersebut dipindahkan dan diluncurkan ke luar bangunan dalam hitungan menit,” katanya.
Tiga gedung tersebut adalah kompleks bangunan Al Salam, Laylaki, dan Monir Shadid. “Penghuni bangunan-bangunan di sekitar lingkungan Hadath harus menjauh dari bangunan-bangunan tersebut sebelum serangan,” kata Hagari dalam siaran IDF pada Jumat siang. “Kami akan segera menyerang senjata yang disimpan di bawah bangunan-bangunan tersebut. Ledakan dari rudal-rudal dapat merusak struktur dan berpotensi membuatnya runtuh.”
“Israel berusaha sekuat tenaga. Mereka tidak ingin melewatkan sasaran mereka,” kata sumber keamanan Lebanon kepada Le Parisien, surat kabar Prancis, pada Sabtu, 28 September 2024. Menurutnya, Israel diberitahu oleh seorang mata-mata Iran pada Jumat sore tentang kedatangan Nasrallah ke markas tersebut.
Serangan pada Jumat malam itu ditujukan ke bunker yang dijaga ketat dan terletak lebih dari 18 meter di bawah tanah. Pada hari itu, Nasrallah dan petinggi Hizbullah lainnya berkumpul di sana untuk membahas strategi melawan Israel. “Kami mendapatkan intelijen bahwa Nasrallah sedang bertemu dengan teroris senior, dan kami bertindak sesuai dengan itu,” kata Letnan Kolonel Nadav Shoshani, juru bicara IDF, kepada Wall Street Journal.
Pesawat F-35 Israel dilengkapi dengan bom penghancur bunker dan dikirim ke langit Beirut. Dalam operasi yang disebut sebagai serangan terbesar ke pusat kota dalam sejarah Israel, pesawat tersebut menjatuhkan hampir 80 ton bahan peledak, termasuk sekitar 85 bom penghancur bunker khusus yang dirancang untuk menembus bangunan berbenteng. Amunisi ini dapat menembus hingga 30 meter tanah atau 6 meter beton bertulang, digunakan untuk menembus pertahanan bunker dan memastikan akurasi serangan.
“Semua yang direncanakan dilaksanakan dengan tepat, tanpa kesalahan, baik dalam hal intelijen, perencanaan, pesawat, maupun operasi itu sendiri. Semuanya berjalan lancar,” kata komandan Skuadron ke-69 Angkatan Udara Israel, seperti dilaporkan oleh Times of Israel.
Serangan tersebut menewaskan Nasrallah dan setidaknya 20 orang lainnya, serta melukai sekitar 100 orang lainnya. Hizbullah mengkonfirmasi bahwa Nasrallah tewas dalam serangan tersebut. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa dua komandan senior mereka, Ali Karaki dan Nabil Qaouk, juga tewas bersama Nasrallah.
Jenazah Nasrallah ditemukan dalam keadaan utuh di lokasi serangan. Menurut sumber Reuters, tubuh Nasrallah tidak mengalami luka-luka dan tampaknya penyebab kematiannya adalah trauma tumpul akibat kekuatan ledakan.