Oleh: Fitriyan Zamzami
WASHINGTON — Pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di hadapan Kongres AS pada Rabu (24/7/2024) waktu setempat mendapat sorotan dan kecaman banyak pihak. Ia dinilai menyatakan sejumlah kebohongan terang-terangan dalam pidato tersebut.
“Penjahat perang” dan “Tukang Tipu!”, tulis senator AS keturunan Yahudi, Bernie Sanders di akun X-nya menyusul pidato Netanyahu tersebut. Apa saja kebohongan yang disampaikan Netanyahu dalam pidato itu?
Israel izinkan truk bantuan masuk Gaza
Dalam pidatonya di Kongres AS, Netanyahu mengeklaim telah mengizinkan lebih dari 40.000 truk bantuan memasuki Gaza yang membawa setengah juta ton makanan.
Menurut data PBB, 28.018 truk bantuan telah memasuki Gaza sejak perang dimulai. Rute menuju wilayah tersebut tidak lagi mencakup penyeberangan Rafah, yang diserbu pasukan Israel pada awal Mei, sehingga membatasi pasokan bantuan ke wilayah selatan.
Sejak itu, dilansir the Guardian, hanya 2.835 truk yang masuk melalui penyeberangan Kerem Shalom di selatan dan Erez di utara, mengirimkan sebagian kecil dari bantuan yang dibutuhkan. Organisasi-organisasi bantuan menuduh Israel sengaja menghalangi bantuan masuk ke Gaza, menerapkan pembatasan sewenang-wenang dan selalu berubah terhadap apa yang diizinkan masuk. Awal tahun ini, otoritas terkemuka dunia dalam bidang kelaparan, Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu, memperingatkan bahwa Gaza berada di ambang kelaparan.
Melindungi warga sipil
Dalam pidatonya, Netanyahu menyangkal tudingan jaksa ICC menuduh Israel sengaja menargetkan warga sipil. Menurutnya, Israel sudah berupaya melindungi warga sipil di Gaza melalui selebaran dan telepon langsung ke warga Gaza.
Klaim bahwa Israel melindungi warga sipil ini bahkan bisa disangkal oleh statistik yang disampaikan sendiri oleh pemerintah Israel. Misalnya, mereka mengeklaim pasukannya telah membunuh sekitar 15.000 militan, tanpa memberikan bukti yang mendukung klaim tersebut. Sementara Kementerian Kesehatan Gaza melansir dengan bukti nama-nama dan nomor identitas, sebanyak 37 ribu warga Gaza syahid akibat serangan Israel. Dari jumlah itu, 14.671 orang, atau 52 persen dari syuhada yang teridentifikasi, adalah perempuan dan anak-anak.
Selain itu, dokter Amerika keturunan Yahudi, Mark Perlmutter, yang kembali dari Gaza, mengatakan bahwa tentara Israel dengan sengaja membunuh anak-anak dengan tembakan penembak jitu. Ia menceritakan soal anak-anak yang ditubuhnya ada dua bekas tembakan. Hal itu, kata Perlmutter kepada jaringan CBS News, menunjukkan bahwa tentara Israel dengan sengaja menembak anak-anak. “Kami memiliki dokumen yang membuktikan adanya penargetan sistematis terhadap anak-anak dan tindakan kejahatan perang terhadap mereka,” ujarnya.
Mengupayakan gencatan senjata
Netanyahu menyatakan bahwa agresi Israel di Gaza bisa berakhir besok jika Hamas menyerah, melucuti senjata dan memulangkan semua sandera. Ia mengindikasikan bahwa pihak Hamas yang menolak kesepakatan gencatan senjata.
Tidak ada penyebutan gencatan senjata dalam pidato Netanyahu, meskipun ia merujuk pada negosiasi yang sedang berlangsung. Dia memuji operasi militer Israel yang membebaskan empat sandera namun menewaskan sedikitnya 274 warga Palestina bulan lalu.
Media-media Israel seperti the Times of Israel dan Jerusalem Post mengungkapkan, bahwa Netanyahu-lah yang berulang kali memboikot perundingan gencatan senjata. Ia kerap menambahkan syarat-syarat baru saat kesepakatan nyaris tercapai. Seorang aktivis pembebasan sandera juga menyatakan, Netanyahu menolak tawaran Hamas untuk membebaskan semua warga sipil pada awal-awal agresi Israel pada Oktober 2023 silam.
Kesepakatan dengan negara Arab
Netanyahu juga berbicara tentang prospek aliansi keamanan Timur Tengah yang luas antara Israel dan negara-negara tetangga Arabnya, sesuatu yang diupayakan AS, sebagai benteng melawan Iran. Hal itu memerlukan normalisasi hubungan bersejarah antara Israel dan Arab Saudi.
Sejauh ini, Riyadh menyangkal hal tersebut. Mereka mengatakan bahwa perlawanan Netanyahu terhadap pendirian negara Palestina serta konflik yang sedang berlangsung di Gaza menghalangi upaya ini untuk bergerak maju. Sikap serupa juga ditunjukkan negara-negara Arab di sekitar Israel.