TEHERAN – Iran bersiap untuk pemilihan presiden baru setelah kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi bulan lalu. Seorang mantan anggota parlemen, Zohreh Elahian, telah mendaftar untuk mencalonkan diri dan berpotensi menjadi perempuan pertama yang diizinkan mencalonkan diri jika mendapat persetujuan dari Wilayatul Faqih, dewan ulama tertinggi Iran.
Zohreh Elahian (57 tahun) adalah seorang dokter dan mantan anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di parlemen. Dia terpilih menjadi anggota parlemen dua kali dari kelompok konservatif.
Iran International melaporkan bahwa dalam pidatonya setelah mendaftar, Elahian menyatakan motto nya: “Pemerintahan yang sehat, ekonomi yang sehat, masyarakat yang sehat.” Dia juga berjanji untuk memberantas korupsi. Pemilihan presiden di Iran akan diadakan pada tanggal 28 Juni nanti.
Seperti kelompok konservatif lainnya, Elahian mendukung aturan wajib berhijab. Pada bulan Maret, Kanada memberlakukan sanksi terhadapnya karena mendukung hukuman mati bagi demonstran yang terlibat dalam gerakan “Perempuan, Kehidupan, Kebebasan”. Pencalonannya muncul setelah berbulan-bulan pemerintah memberlakukan kebijakan dan tindakan keras terhadap perempuan yang menentang hijab wajib.
Kelayakan Elahian untuk mencalonkan diri tergantung pada interpretasi Wilayatul Faqih terhadap pasal kontroversial dalam Konstitusi. Dewan itu sejarahnya telah mengdiskualifikasi kandidat perempuan berdasarkan Pasal 115, yang menyatakan bahwa calon harus berasal dari kalangan politik atau agama dan merupakan “rijal” (bentuk jamak dari “rajul”), sebuah kata benda Arab maskulin yang berarti “laki-laki”.
Namun, beberapa ahli konstitusi dan politisi mengartikan “rijal” sebagai “tokoh” atau “orang” tanpa memandang gender, bukan hanya berarti “laki-laki”.
Azam Taleghani, seorang politisi perempuan dan jurnalis reformis veteran, telah mendaftar untuk mencalonkan diri untuk setiap pemilihan presiden sejak tahun 1997 hingga kematiannya pada tahun 2019. Meskipun dianggap sebagai “feminis Islam,” Taleghani selalu ditolak oleh Dewan Wali.
Pada tahun 2009, Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengusulkan Elahian sebagai Menteri Kesejahteraan dan Jaminan Sosial. Namun, dia menolak pencalonan tersebut dengan alasan penolakan dari ulama Syiah senior terhadap perempuan yang menjabat sebagai menteri.
Kandidat perempuan Ahmadinejad lainnya, Marzieh Vahid-Dastjerdi, seorang dokter dan mantan anggota parlemen konservatif, disetujui oleh parlemen sebagai Menteri Kesehatan, sehingga ia menjadi menteri perempuan pertama dan satu-satunya dalam sejarah Republik Islam.
Beberapa tokoh politik lainnya juga mendaftar untuk mencalonkan diri pada Sabtu. Mereka termasuk Wali Kota Teheran Alireza Zakani, anggota parlemen reformis Masoud Pezeshkian, dan Vahid Haghanian, yang merupakan anggota kantor Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.
Pendaftaran Haghanian telah disebut sebagai “kejutan terbesar” oleh pengguna media sosial, dan motifnya telah membingungkan para pengamat. Seperti Elahian, banyak yang memperkirakan dia tidak akan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang dilihat sebagai calon penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, tewas ketika helikopternya jatuh dalam cuaca buruk di pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan pada 19 Mei 2024. Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian dan enam penumpang serta awak lainnya juga tewas dalam kecelakaan tersebut. Sesuai konstitusi Iran, pemilihan presiden harus segera diadakan untuk menetapkan pengganti Raisi.
Politik Iran menjadi sorotan belakangan ini karena serangkaian peristiwa. Pemerintah di Teheran sering kali dikritik negara-negara Barat karena tindakan keras terhadap anak muda yang menuntut reformasi yang dipandang bertentangan dengan ajaran Islam. Aksi protes untuk menuntut reformasi sudah digelar sejak 2022 menyusul kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang ditahan oleh Polisi Moral karena tidak mengenakan hijab.