Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Heru Sudjatmoko mengusulkan pembentukan Mahkamah Pancasila. Usulan itu muncul setelah dirinya melamun. Ia menyampaikan usulan itu dalam rapat antara Komisi II dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Sekretaris Kabinet (Seskab), Kantor Staf Presiden (KSP), dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di kompleks parlemen, Selasa (11/6).
“Saya melamun, jangan-jangan perlu ada Mahkamah Pancasila. Saya ditertawakan enggak apa, ya, tapi dengan segala hormat saya ingin sampaikan pikiran ini,” kata Heru dalam rapat.
Heru menyampaikan Mahkamah Pancasila itu nantinya bisa berfungsi menjaga etika dan perilaku para pejabat. Ia mengatakan bentuknya pun bukanlah pengadilan seperti MA dan MK.
“Barangkali tentu bukan untuk mengadili seperti di Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung, tapi paling tidak BPIP bisa mengonsolidasi,” ucap dia.
Heru pun mencontohkan misalnya para tokoh bijak dikumpulkan untuk kemudian bersama-sama menulis pandangannya soal kebangsaan. Ia mengajak seluruh pihak untuk merefleksi diri, apakah perilaku selama ini telah sejalan dengan nilai Pancasila.
“Setidak-tidaknya perlu diingatkan, walau dalam pengertian tidak diadili, ini masalah perilaku dan etika yang sumbernya filsafat negara,” ujarnya.
Sebelumnya, BPIP menanggapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melarang salam lintas agama. BPIP menyatakan fatwa MUI tersebut telah mengancam eksistensi Pancasila.
“BPIP menilai toleransi antarumat beragama telah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Baginya, tradisi ini menjadi bagian yang diwariskan sejak ratusan tahun lalu oleh pendahulu bangsa. Karena itu, BPIP menilai seharusnya masyarakat memperkuat semangat toleransi dan keberagaman, bukan merusak sendi-sendi persatuan.
Sementara fatwa MUI ini menyatakan pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ‘ubudiyah. Oleh karena itu, harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.”