Banda Aceh, CNN Indonesia — Masjid Tuha Ulee Kareng yang telah berdiri kuat selama ratusan tahun di tengah pemukiman padat penduduk di Desa Ie Masen, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Aceh.
Masjid Tuha atau masjid tua ini merupakan salah satu saksi bisu perkembangan Islam di Serambi Mekkah tersebut, dan telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah melalui Kemendikbud–kini Kemendikbudristek.
Keberadaan masjid ini diyakini sudah ada sejak akhir abad ke-19 Masehi atau pada masa penjajahan Belanda di Tanah Rencong. Bentuknya secara keseluruhan hampir sama dengan masjid tua lainnya di Nusantara yang beratap tumpang.
Pantauan CNNIndonesia.com pada Rabu (6/3) lalu, desain masjid ini tergolong unik dengan bentuknya persegi empat dan pekarangannya tidak begitu luas, dengan jarak sekitar 1,2 meter dari pinggir jalan. Jika pengunjung ingin memarkirkan kendaraan, harus di sisi kanan masjid yang memiliki sedikit ruang untuk kendaraan.
Masjid ini tidak memiliki jendela, dindingnya semi permanen dengan penutup dari bilah-bilah kayu kecil untuk sirkulasi udara.
Atapnya juga sederhana, berbentuk limas bertingkat dua. Atap dengan tingkat dua ini tidak seperti masjid tua lainnya di Aceh yang bertingkat tiga seperti Masjid Tuha Indrapuri dan Tgk Di Anjong.
Di dalam masjid, terdapat 16 tiang penyangga kayu berbentuk bulat persegi delapan dengan galangan berbahan kayu yang berukir kaligrafi. Tiang dan galangan ini masih asli, sementara atapnya sudah direnovasi dari sebelumnya anyaman rumbia ke seng.
Pada tiang penyangga ditemukan pahatan kaligrafi berisi bacaan doa iktikaf dan qunut, serta ornamen bertuliskan dua kalimat syahadat. Namun, beberapa bagian kayu galangan yang melintang di atas tiang penyangga ini mulai rapuh karena usia. Luas ruangan masjid agak lebih lebar dari lapangan sepak takraw.
Di komplek masjid ini terdapat makam kesultanan dan para ulama seperti Teuku Meurah Lamgapang dan anak-anaknya hingga Ulee Balang lainnya. Teuku Meurah ialah pejabat Ulee Balang III Mukim Ulee Kareng pada masa itu.
Ada pula makam Habib Kuala Bak U yang diyakini sebagai pembangun masjid ini. Tidak ada referensi tahun pasti kapan Masjid Tuha Ulee Kareng ini pertama kali dibangun. Namun, dalam sejumlah catatan sejarah, masjid ini didirikan setelah kedatangan Habib Abdurrahman bin Habib Husein Al-Mahdali atau Habib Kuala Bak U pada tahun 1826. Dia merupakan seorang ulama dari Hadramaut, Yaman.
Dikisahkan bahwa Habib Abdurrahman bersama saudaranya Habib Abu Bakar Bilfaqih, yang dikenal dengan nama Teungku Dianjong, tiba di Aceh pada tahun 1826 dengan membawa misi dakwah.
Pengurus Masjid, yang juga sebagai Imam Masjid Tuha Ulee Kareng, Teungku Saifuddin, mengatakan bahwa kedatangan Habib Kuala Bak U tidak terlepas dari peran Teuku Meurah Lamgapang yang menginginkan memperkuat syiar agama Islam di Ulee Kareng. Oleh karena itu, Teuku Merah Lamgapang mewakafkan tanahnya untuk dibangun menjadi tempat ibadah sekaligus pusat pendidikan Islam.
“Muslim ini berdiri dari abad ke 18 setelah kedatangan ulama tersebut,” kata Saifuddin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/3).
Saifuddin menjelaskan bahwa bangunan dalam masjid ini masih mempertahankan ciri khas pertama kali dibangun, meskipun ada beberapa yang harus diperbaiki atau ditambah seperti renovasi lantai yang sudah dikeramik, bangunan tempat wudu, ventilasi, dan atapnya.
“Tiang penyangga dan ukiran-ukirannya masih asli,” katanya.