TEL AVIV – Tidak lagi rahasia, propaganda telah menjadi senjata Israel sejak awal gerakan Zionis. Seringkali ia menjadi upaya untuk membungkam kritik dunia pada saat negara itu melakukan kejahatan di Palestina seperti dalam sembilan bulan terakhir.
Namanya mesin perang, biayanya tentu tidak sedikit. Laman berita Israel-Palestina, +972 Magazine melaporkan, kritik yang luas atas serangan Israel ke Gaza pada tahun 2021, menjadi salah satu alasan dari alokasi dana terbaru.
Berdasarkan investigasi the Seventh Eye pada Januari 2022, Kabinet Israel menyetujui sebuah proyek yang dapat menyuntikkan dana hingga 100 juta shekel untuk mendanai propaganda pemerintah secara diam-diam di Amerika Serikat dan negara lainnya. Angka itu setara dengan 30 juta dolar AS atau sekitar Rp 485 miliar dengan kurs terkini.
Di bawah kendali Menteri Luar Negeri Yair Lapid, inisiatif ini bertujuan untuk menghidupkan kembali rencana Kementerian Urusan Strategis Israel yang sebelumnya ditutup pada tahun 2021. Rencananya adalah untuk mentransfer dana secara tidak langsung ke organisasi asing yang akan menyebarkan propaganda Israel di negara tempat mereka beroperasi, sambil menyembunyikan fakta bahwa mereka didukung oleh pemerintah Israel.
Proyek yang awalnya dikenal dengan nama “Solomon’s Sling” dan sekarang dikenal dengan nama “Concert” ini menjadi ujung tombak Kementerian Urusan Strategis dan mengubah wacana global tentang Israel, terutama secara online. Misi Solomon’s Sling yang secara samar digambarkan sebagai perjuangan melawan “delegitimasi” negara melalui “aktivitas kesadaran massa.”
Dalam rencana awal yang terungkap dalam serangkaian investigasi the Seventh Eye, Solomon’s Sling mendapat anggaran besar sebesar 256 juta shekel atau 80 juta dolar AS. Separuh dari jumlah tersebut seharusnya berasal dari anggaran negara, dan separuh lagi dari individu kaya dan organisasi asing, terutama di Amerika Serikat.
Prinsip yang mendasari penggunaan Solomon’s Siing, dan secara umum ketergantungan industri hasbara pada badan-badan sipil untuk menyebarkan pesan-pesan pemerintah, adalah bahwa hasbara tradisional tidak lagi efektif. Ketika seorang diplomat atau juru bicara resmi ditempatkan di depan kamera dan diminta untuk menyampaikan pesan pemerintah kepada pemirsa, pemirsa akan mengenali orang tersebut sebagai perwakilan pihak yang berkuasa, sehingga kehilangan minat mereka.
Dinamika yang sama terjadi ketika perwakilan negara menggunakan media sosial. Pada tahun 2015, pemerintah memutuskan untuk membangun kembali Kementerian Urusan Strategis, yang sebelumnya hampir kosong, menjadi badan yang serba bisa dan inovatif yang akan mengoordinasikan kegiatan hasbara tidak resmi Israel.
Di bawah pimpinan Gilad Erdan, yang kini menjadi duta besar Israel untuk PBB, kementerian tersebut membangun jaringan organisasi, media, dan aktivis yang menyebarkan pesan-pesan politik atas nama pemerintahan Netanyahu dan lembaga keamanan. Ada yang melakukannya dengan pengorbanan anggaran pemerintah, ada pula yang karena alasan ideologis.
Sumber: Republika