BANDA ACEH – Kelompok Perlawanan Islam Irak mengumumkan bahwa mereka telah meluncurkan serangan drone ke pelabuhan Haifa, di Wilayah pendudukan Israel, pada Jumat (1/3/2024).
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut pada Minggu (3/3/2024), mereka menjelaskan bahwa serangan drone tersebut ditujukan kepada salah satu perusahaan industri kimia di pelabuhan Haifa, dengan tujuan mendukung rakyat Palestina dalam melawan agresi Israel.
“Perusahaan industri kimia di bawah Rezim Zionis menjadi target serangan drone dalam operasi tersebut,” kata pernyataan dari kelompok Perlawanan Islam Irak.
Perlawanan Islam di Irak merupakan kelompok koalisi milisi yang terdiri dari berbagai kelompok seperti Kataib Hizbullah, Gerakan Nujaba, dan sejumlah pasukan paramiliter bersenjata lainnya yang mayoritas berhaluan Syiah.
Mereka berusaha mengusir pasukan Amerika Serikat dari wilayah Irak secara paksa dan melihat AS sebagai bagian dari genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza.
Serangan yang intensif terhadap pangkalan militer AS di Irak telah membuat Washington merespons dengan melakukan serangan udara terhadap puluhan titik yang mereka anggap sebagai lokasi milisi di Irak dan Suriah.
Balasan AS ini mendorong kelompok milisi perlawanan di Irak untuk semakin agresif menyerang AS dan wilayah pendudukan Israel di Palestina.
“Kelompok Perlawanan Islam Irak berkomitmen untuk melanjutkan operasi-operasinya untuk melawan Rezim Zionis dan membantu rakyat Palestina di Jalur Gaza,” demikian laporan PT yang dikutip pada Senin (4/3/2024).
Israel Bisa Mundur 15 Tahun
Selama perang Gaza berlangsung, milisi perlawanan dari Yaman dan Irak telah berulang kali menyerang pelabuhan Haifa dan situs-situs penting serta vital milik Israel.
Sebelumnya, Deputi Wali Kota Haifa, Nachshon Tzuk, peringatkan bahwa serangan dari Hizbullah Lebanon ke kota tersebut bisa membuat Israel mundur 15 tahun ke belakang.
Irak Putus Hubungan dengan AS
Setelah serangan AS terhadap Irak dan Suriah, Pemerintah Irak menyatakan telah memutuskan kontak dengan AS.
Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia al-Sudani, telah fokus untuk mengamankan penarikan pasukan AS dari negaranya. Beliau mengungkapkan bahwa Baghdad telah terputus kontak dengan Washington sejak serangan udara AS yang menargetkan Irak dan Suriah pada awal Februari.
Beberapa faksi perlawanan Irak bersatu setelah dimulainya perang Hamas-Israel pada bulan Oktober, membentuk koalisi Perlawanan Islam di Irak (IRI). Sebagai bentuk solidaritas dengan Gaza dan penolakan terhadap dukungan AS terhadap Israel, IRI terus melancarkan operasi setiap hari terhadap pangkalan AS di Irak dan Suriah, serta target-target Israel.
Serangan terhadap pangkalan AS di Irak juga membantu percepatan penarikan pasukan AS dari negara tersebut. Salah satu serangan perlawanan Irak menewaskan tiga tentara AS di dekat perbatasan Suriah-Yordania bulan lalu, yang kemudian memicu respons mematikan dari Washington pada 3 Februari. AS berjanji akan memberikan tanggapan lebih lanjut.
Eskalasi ini terjadi ketika pemerintah Irak terus berusaha secara diplomatis untuk memfasilitasi penarikan pasukan tempur AS dari Irak dan beralih ke “peran penasehat.” Meskipun demikian, AS menolak dan secara terbuka menyatakan bahwa perundingan tersebut tidak bertujuan untuk menarik mundur pasukan AS.
“Menyudahi misi koalisi internasional [yang dipimpin AS] untuk melawan ISIS bertujuan untuk menghilangkan semua pembenaran atas serangan terhadap penasihatnya. Setiap serangan militer di wilayah Irak harus ditolak oleh semua pihak,” kata Sudani pada hari Rabu.