BRASIL – Menurut laporan terbaru dari World Weather Attribution (WWA), hutan Amazon mengalami kekeringan parah bahkan 30 kali lipat dari sebelumnya. Badai El Nino dan kontribusi emisi yang terus naik membuat salah satu paru-paru dunia ini terancam rusak.
Badai El Nino yang sedang dialami seluruh dunia hari ini membuat intensitas hujan menjadi minim. Dilansir dari Mongabay, kondisi El Nino diperparah dengan kenaikan suhu bumi sehingga penguapan air dari dalam tanah mengalami kenaikan signifikan.
Ben Clarke, analis WWA menjelaskan suhu bumi saat ini naik 1,2 derajat Celsius. Hal ini mengakibatkan kekeringan di Amazon sepanjang 2023 merupakan yang terparah sepanjang sejarah. Tahun 2023 merupakan rekor tahun terpanas di dunia, bahkan Samudera Atlantik Utara mengalami suhu yang hangat sehingga menghalau awan hujan.
“Ini semua adalah jejak perubahan iklim dan berkontribusi besar terhadap kekeringan ini,” kata dia dilansir, Sabtu (27/1/2024).
Ben juga menjelaskan dalam penelitian yang dilakukan, kondisi ini juga akan membuat Amazon lebih sering dilanda musim kemarau.
“Jika suhu global melebihi 2°C (3,6° F) di atas suhu pra-industri, yang bisa terjadi pada tahun 2034, kekeringan parah bisa terjadi setiap 10-15 tahun,” tambah Ben.
Laporan tersebut juga menunjukkan perlunya mengakhiri deforestasi, yang telah mengurangi kapasitas hutan dalam menahan air, sehingga menjadikan wilayah tersebut lebih rentan terhadap kekeringan.
Perlindungan Amazon, hutan hujan terbesar di dunia, dianggap penting untuk mengekang perubahan iklim karena sejumlah besar gas rumah kaca yang diserap pohon-pohonnya.
Kekeringan mengurangi permukaan sungai di beberapa bagian wilayah ke titik terendah dalam catatan.
“Kita harus benar-benar khawatir dengan kekeringan yang terjadi di hutan Amazon,” kata Regina Rodrigues, rekan penulis studi dan peneliti di Federal University of Santa Catarina di Brazil.
Para peneliti mengatakan, kekeringan dapat memperburuk kebakaran hutan, yang bila digabungkan dengan perubahan iklim dan deforestasi dapat mendorong Amazon pada titik kritis. Itu artinya Amazon tidak bisa kembali “sehat” setelah bioma mengering, dan berhenti menjadi hutan hujan yang rimbun.
Selain itu, menurut studi, pemanasan berkala di Samudra Pasifik Timur yang dikenal sebagai El Nino juga berkontribusi terhadap penurunan curah hujan, meskipun tidak pada suhu yang lebih tinggi.
“Sementara wilayah ini telah menghadapi setidaknya tiga kekeringan hebat lainnya dalam 20 tahun terakhir, ruang lingkup kekeringan ini belum pernah terjadi sebelumnya dan mempengaruhi seluruh lembah Amazon,” kata Rodrigues.
Sumber: Republika