Malang Post – Istri kedua yang cantik dari seorang suami malah ditawarkan kepada pria hidung belang melalui aplikasi Michat. Pasangan yang menjauh dari kampung halaman mereka ini menjalankan bisnis open BO di Kabupaten Malang.
Dalam siaran pers Jumat (15/12/2023) siang, Satuan Reskrim Polres Malang dan Humas Polres Malang mengungkapkan tersangka Fajri (23). Tersangka bukan berasal dari Malang tetapi memiliki KTP dari Mekarjaya, Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut KBO Sat Reskrim Polres Malang, Iptu Ahmad Taufik, tersangka menikah secara rahasia dengan TH. Mereka tiba di Malang sejak 21 November lalu dan menginap di salah satu penginapan di Kepanjen. Selama 10 hari, pasangan ini membuka aplikasi Michat untuk menjalankan bisnis open BO.
“Kami menerima laporan tentang transaksi open BO melalui Michat. Kami menyelidiki, datang ke lokasi kejadian, dan menemukan salah satu kamar yang digunakan untuk hubungan di luar nikah, dilakukan oleh suami siri,” ujar Taufik kepada awak media.
Bisnis prostitusi online ini terlihat sebagai pekerjaan harian bagi tersangka. Selama 10 hari, tersangka menawarkan jasa open BO menggunakan 3 akun yang berbeda, yaitu Ririn, Arabela, dan Marina.
“Tersangka datang dengan istri ke Kepanjen dari Sukabumi dengan naik bis. Mereka menginap di penginapan sejak tanggal 21 November. Kami menemukan mereka di kamar berbeda. Mereka mendapatkan keuntungan sebesar Rp 50 ribu,” ungkap Taufik. Dalam setiap transaksi, tersangka menawarkan biaya sebesar Rp 600 ribu dan dapat ditawar hingga Rp 250-300 ribu.
Pada hari Kamis (30/11/2023) pukul 23.00 WIB, petugas mendatangi lokasi dan mengamankan tersangka. Selain menemukan istri tersangka melayani pria hidung belang, ada juga korban lain dengan inisial S yang berasal dari Sumatera. Wanita S itu baru saja kenal dengan tersangka saat menginap di penginapan.
“Di Malang, sehari ada 2-3 pelanggan, Pak,” kata tersangka di hadapan Iptu Choirul. Ini merupakan kali pertama tersangka berurusan dengan hukum.
Tersangka kemudian dijerat Pasal 83 Jo Pasal 76F UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak atau Pasal 2 ayat 1 UU nomor 21 tahun 2017 tentang pemberatan TPPO. Ancaman hukumannya, minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun penjara. (Santoso FN)