Prabowo Subianto

HomeBeritaBanyaknya Korban Jiwa Warga Palestina di Gaza Meningkat

Banyaknya Korban Jiwa Warga Palestina di Gaza Meningkat

WASHINGTON — Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris mengatakan terlalu banyak warga Palestina yang tewas di Gaza. Ia mendesak Israel untuk lebih banyak berupaya dalam melindungi mereka.

Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers di sela COP28. Dalam menjelaskan visi AS dalam perang di Gaza, Harris mengatakan Israel memiliki hak untuk menggelar operasi militer terhadap Hamas yang menggelar serangan mendadak 7 Oktober lalu.

“Ketika Israel membela diri, yang terpenting adalah caranya. Amerika Serikat bersikap tegas: Hukum internasional harus dihormati, terlalu banyak rakyat Palestina yang tak bersalah tewas dibunuh,” katanya, Ahad (3/12/2023).

AS semakin vokal dalam mendesak Israel mempersempit zona pertempurannya dalam setiap serangan ke Gaza selatan memastikan daerah aman bagi rakyat Palestina. “Ketika Israel mengejar tujuan militernya di Gaza, kami percaya Israel harus berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah,” kata Harris.

Pihak berwenang kesehatan Palestina mengatakan sudah lebih 15 ribu orang tewas dalam serangan Israel ke Gaza. Harris melakukan konsultasi dengan pemimpin-pemimpin kawasan saat menghadiri pertemuan iklim di Dubai.

Setelah ia diminta menggantikan Joe Biden untuk menghadiri pertemuan itu saat Presiden AS fokus pada perang Israel-Hamas. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia hanya ingin menghancurkan Hamas.

“Kami menentukan daerah-daerah yang aman dengan berkoordinasi dengan badan-badan internasional dan dengan teman-teman Amerika kami, di mana penduduknya tahu mereka dapat mengungsi. Kami melakukannya di utara dan kami akan melakukannya di tempat lain dan ini penting karena kami tidak memiliki keinginan untuk melukai penduduk,” katanya kepada wartawan di Tel Aviv.

Dalam pesan lain yang ditujukan kepada Israel, Harris mengatakan AS tidak akan mengizinkan relokasi paksa warga Palestina dari Gaza atau Tepi Barat, pengepungan Gaza, atau penggambaran ulang perbatasan Gaza.

“Komunitas internasional harus mendedikasikan sumber daya yang signifikan untuk membantu pemulihan jangka panjang dan pendek di Gaza, contohnya, membangun kembali rumah sakit dan perumahan, memulihkan listrik dan air bersih dan memastikan toko roti dapat dibuka dan dipasok ulang,” katanya.

Ia menambahkan pada akhirnya pasukan keamanan Otoritas Palestina harus diperkuat untuk memikul tanggung jawab keamanan di Gaza. Sampai saat itu katanya, “harus adannya pengaturan keamanan yang dapat diterima pada Israel, rakyat Gaza, Otoritas Palestina dan mitra-mitra internasional.”

Ia mengatakan untuk lebih jauh ke depannya, Otoritas Palestina harus diperkuat hingga ke titik dapat mengelola Tepi Barat dan Gaza. Harris mengatakan Hamas tidak boleh lagi menguasai Gaza.

“Kami ingin melihat Gaza dan Tepi Barat bersatu di bawah Otoritas Palestina (PA) dan suara dan aspirasi rakyat Palestina harus menjadi inti dari pekerjaan mereka,” katanya.

Netanyahu mengatakan ia tidak akan membiarkan PA dalam bentuknya yang sekarang untuk mengelola Gaza setelah perang berakhir.

“Otoritas Palestina tidak memerangi terorisme – mereka mendanai terorisme, mereka tidak mengajarkan perdamaian, mereka mengkhotbahkan lenyapnya Israel. Ini bukanlah badan yang seharusnya masuk ke sana,” kata Netanyahu.

Harris mengatakan setelah perang berakhir, pembangunan harus dikejar dengan tujuan menuju solusi dua negara di mana Israel dan Palestina hidup dalam damai. PA yang didukung Barat memerintah beberapa bagian Tepi Barat yang diduduki.

Pada tahun 2007 lalu Hamas merebut kekuasaan atas Gaza partai Fatah yang dipimpin Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan memerintah daerah kantong tersebut sejak saat itu.

Peran Harris dalam pemerintahan semakin disorot karena Biden, 81 tahun, mencalonkan diri untuk masa jabatan empat tahun kedua. Ia ditugaskan untuk membantu menyelesaikan serangkaian tantangan besar, mulai dari migrasi hingga aborsi dan hak pilih di dalam negeri.

Bagaimana Gaza pasca-konflik harus dikelola secara realistis adalah masalah yang membingungkan para pemimpin regional dan para ahli Timur Tengah.