Seorang pejabat Hamas mengatakan bahwa pembebasan sandera Israel yang ditahan di Gaza harus sejalan dengan gencatan senjata bagi pasukan udara Israel di Gaza. Hal ini diperlukan agar dapat mengumpulkan semua sandera tanpa menjadi korban serangan udara Israel.
Pernyataan ini disampaikan oleh pejabat Hamas bernama Abu Hamid saat berkunjung ke Moskow, Rusia. Abu Hamid menyebut bahwa para sandera saat ini berada di berbagai lokasi yang tersebar di Gaza yang dikuasai oleh beberapa faksi pejuang Hamas. Oleh karena itu, diperlukan waktu untuk menemukan mereka dan kemudian membebaskan mereka.
Abu Hamid mengklaim bahwa Hamas telah membebaskan empat sandera sampai saat ini dan mereka telah menyatakan niat mereka untuk membebaskan tahanan sipil sejak awal konflik. Namun, upaya pembebasan tersebut terhambat oleh serangan udara Israel.
Namun, Reuters tidak dapat memverifikasi klaim bahwa serangan udara Israel telah menewaskan 50 tahanan Israel sendiri.
Sementara itu, Israel mengatakan sedang mempersiapkan invasi darat ke Gaza, tetapi ditunda oleh tekanan dari Amerika Serikat dan negara-negara Arab. Mereka khawatir bahwa invasi darat tersebut akan menyebabkan korban sipil yang lebih banyak dan memicu konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Pada tanggal 27 Oktober 2023, dua jet tempur Amerika Serikat menyerang fasilitas senjata dan amunisi di Suriah sebagai balasan atas serangan terhadap pasukan Amerika Serikat oleh milisi yang didukung Iran selama konflik di Gaza.
Sebuah jajak pendapat juga menunjukkan bahwa hampir setengah dari warga Israel ingin menunda invasi darat karena khawatir akan nasib sandera yang masih ditahan di Gaza.
Saat ini, terjadi bentrokan antara pejuang militan Palestina dengan pasukan Israel di beberapa wilayah di dalam Jalur Gaza. Serangan udara Israel terus terjadi di wilayah tengah Gaza.
Israel mengklaim bahwa jet-jet tempur mereka telah menyerang tiga anggota senior Hamas yang terlibat dalam serangan pada tanggal 7 Oktober. Namun, tidak ada pengumuman resmi dari Hamas mengenai kematian ketiga pejabat tersebut.
Di kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara, serangan udara menewaskan istri seorang pengacara Palestina yang sedang hamil.
Sumber: Republika