Tentara Israel meningkatkan penahanan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang telah menduduki selama tiga pekan. Menurut Juru bicara Pusat Studi Tahanan Palestina, Amina al-Taweel, sejauh ini sudah ada 20 perempuan Palestina yang ditahan oleh Israel. Beberapa perempuan tersebut dibebaskan dengan syarat menjadi tahanan rumah, sedangkan yang lain dipindahkan ke tahanan administratif. Hal ini membuat jumlah tahanan perempuan Palestina di Israel menjadi lebih dari 60 orang. Salah satunya adalah Suhair Barghouti (66 tahun), seorang lansia.
Pada tanggal 26 Oktober 2023, rumah Barghouti di Kota Kobar, dekat Ramallah, digerebek oleh puluhan tentara Israel. Putra Barghouti mengatakan bahwa rumah mereka dihancurkan dan ibunya ditangkap. Ini adalah kedua kalinya Barghouti ditahan. Putra sulungnya, Asif, juga mengungkapkan bahwa mereka dikepung oleh puluhan tentara pada dini hari dan ibunya telah ditahan.
Suhair Barghouti biasanya dipanggil sebagai Om Asif oleh tetangganya. Suaminya, Omar Barghouti, telah meninggal dunia dan menghabiskan lebih dari 30 tahun di penjara Israel. Barghouti juga merupakan ibu dari Saleh Barghouti, yang dibunuh oleh tentara Israel pada akhir 2018 setelah melakukan serangan penembakan di dekat pemukiman Ofra di timur Ramallah.
Tindakan serupa juga dilakukan oleh tentara Israel terhadap penulis Palestina, Lama Khater, di Kota Hebron. Khater (46 tahun), yang juga seorang ibu dari lima anak, ditangkap oleh puluhan tentara yang merusak rumahnya. Suaminya, Hazem al-Fakhouri, mengungkapkan bahwa tentara Israel sangat kejam dan menghina mereka sepanjang waktu.
Keesokan harinya, dua mahasiswi dari Universitas Hebron, seorang wanita dan suaminya dari Kota Dura di selatan Hebron, serta seorang wanita dari Jenin juga ditangkap oleh tentara Israel. Pada tanggal 28 Oktober 2023, jurnalis Palestina Sujud Darassi ditahan sebagai upaya untuk menekan suaminya, Mohamed Badr, agar menyerahkan diri kepada otoritas Israel.
Taweel, dari Pusat Studi Tahanan Palestina, mengomentari penahanan ini dengan mengatakan bahwa tentara Israel tidak memiliki alasan yang jelas dalam menangkap warga Palestina. Menurutnya, penangkapan perempuan Palestina ini bertujuan untuk menjalankan kebijakan pencegahan, intimidasi, dan mengosongkan Tepi Barat dari elit feminis yang aktif dan berpengaruh dalam perjuangan melawan pendudukan.
Taweel juga mengatakan bahwa peningkatan jumlah tahanan perempuan terkait dengan kesepakatan pertukaran tawanan dengan Hamas, yang saat ini menahan lebih dari 200 tawanan. Tahanan perempuan ini mungkin akan digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi apa pun. Sejak tahun 1967, sudah ada sekitar 15.000 perempuan Palestina yang ditangkap dan menjadi korban berbagai jenis pelecehan fisik, psikologis, dan moral.